Véronique – ibu asuh Desi Ratnasari – 2018


Dua belas tahun berlalu, sejak liburan saya ke Bali. Saat itu saya mendapat kesempatan bertemu dengan Christine Grosso (pendiri ANAK) dan Dwi (Presiden Anak Bali saat ini) yang mengenalkan saya kepada yayasan ANAK, yaitu sebuah yayasan yang bergerak di bidang pembiayaan sekolah bagi anak-anak yang kurang mampu di Bali melalui sistem orang tua asuh dan beasiswa.

Dua orang inilah yang membuat saya ingin berpartisipasi dalam yayasan dan merasakan petualangan baru sebagai orang tua asuh dari gadis kecil bernama Nyoman.

10 tahun yang lalu, mereka mengenalkan saya dengan si kecil Desi. Saya selalu ingat hari di mana saya menghabiskan waktu bersama Desi, temannya dan Dwi. Untuk pertama kalinya ia keluar dari desa tempat ia tinggal. Kami pergi ke supermarket lokal yang terletak di Amlapura membeli perlengkapan sekolah untuk menyambut tahun ajaran baru. Sungguh suatu keajaiban melihat si kecil Desi berjalan di lorong seperti kupu-kupu terbang, mengagumi setiap barang yang ada di rak toko termasuk sampo! Setelah itu, kami mengunjungi obyek wisata Tirtagangga yang indah. Sesampai di rumahnya, di desa LEAN, keluarganya menyambut kami dengan hangat.

Selama 10 tahun Desi selalu memiliki prestasi akademik yang baik, dan kami memantau perkembangannya (yayasan mengirimkan rapor + surat anak kepada orang tua asuh). Dalam suratnya Desi selalu bersyukur atas kesempatan yang dimilikinya sehingga ia tetap dapat bersekolah. Sekarang si kecil Desi telah telah berubah menjadi seorang gadis cantik, pintar dan lembut. Setelah menyelesaikan studinya, ia memilih bekerja sebagai terapis di sebuah spa di desa agar tetap dekat dengan orang tua dan saudara-saudaranya.

Hingga hari ini kami masih berhubungan dengannya dan pada bulan Mei lalu kami berlibur ke Bali. Dengan perasaan membuncah kami bertemu Desi dikelilingi oleh keluarga dan tentu saja teman kami, Dwi.

Terima kasih kepada tim ANAK atas komitmen mereka dalam membantu anak-anak dan keluarganya sehingga mereka punya kesempatan untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik.

Terima kasih telah membuat kami berpartisipasi dalam petualangan hebat ini dan terima kasih kepada para calon orang tua asuh yang memilih menjadi bagian dari keluarga besar ANAK.

Akhir kata, saya mengutip kalimat terkenal dari Nelson Mandela “pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia”.

Julianne, pemilik  COMPTOIRS DES EXPLORATEURS, bermitra dengan ANAK

Nama saya Julianne, 31 tahun, saya tinggal di Prancis Selatan. Saya baru saja keluar dari pekerjaan saya dan membangun perusahaan saya sendiri yang bergerak di bidang impor mebel dan dekorasi Bali. Bisnis kami berjalan dengan baik, tapi saya merasa ada yang kurang. Saya tidak ingin sekedar membawa sebuah kontener berisi barang jual, saya ingin berbuat lebih dengan membantu sesama yang membutuhkan, yang masih kecil dan rentan, yaitu anak-anak.

Saya teringat yayasan ANAK yang saya temukan di internet beberapa bulan sebelumnya. Sepertinya yayasan itu dapat dipercaya dan serius, tapi bagaimana cara memastikan hal ini jika saya berada ribuan kilometer dari Bali? Akhirnya saya menelepon Maya, teman saudara saya yang tinggal di Bali. Saya tahu ia pernah menjadi relawan di beberapa lembaga non-profit dan saya membutuhkan pendapat dan pengalamannya selama di lapangan. Saat saya bertanya, ia tertawa dan menjelaskan bahwa dirinya telah bekerja di yayasan ANAK selama 2 tahun. Seperti sebuah takdir, suatu kebetulan yang terlalu indah untuk dilewatkan, maka saya membuat janji untuk bertemu dengan Maya suatu hari nanti saat saya berada di pulau Dewata, Bali.

Beberapa minggu kemudian, di sinilah saya berada, di dalam mobil bersama Maya dan Dwi untuk mengirim peralatan sekolah ke 3 pusat kegiatan yayasan yang terletak di sebelah utara Bali. Kami menginap semalam di asrama anak-anak SMA di Singaraja. Saya bertemu sekitar empat puluh anak berusia 14 hingga 17 tahun dari keluarga yang kurang mampu yang dibantu oleh ANAK.

Bagi kami, orang Barat, belajar di sekolah normal (SD, SMP, SMA, universitas) seperti belajar dengan sistem klasik. Tapi di sini, karena tingginya biaya sekolah, banyak anak yang tidak memiliki kesempatan belajar dengan fasilitas yang bagus. Disinilah peran ANAK dengan membiayai semuanya (uang sekolah, tas, seragam, uang saku, asrama untuk anak yang berasal dari desa terpencil, laptop dan motor sebagai moda transportasi…). Saya mempelajari lebih dalam mengenai pusat tempat kegiatan yayasan dan lingkungan tempat anak-anak ini tumbuh berkembang menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab. Menghormati sesama, berbagi dan berlaku jujur adalah nilai dasar untuk hidup bersama yang mereka pelajari di sini. Suasana damai, tenang dan jauh dari hiruk pikuk. Saya melihat senyuman lebar di wajah anak-anak saat menyambut kedatangan kami, mata mereka dipenuhi dengan rasa syukur dan kebaikan. Sore hari digunakan untuk belajar dan persiapan ujian, tapi kami bisa mendengar tawa dan lagu dari kamar anak-anak perempuan. Keesokan harinya, kami pergi melihat lahan yang baru saja dibeli yayasan di mana akan dibangun pusat kegiatan baru yang lebih besar, lebih fungsional, dan yang terpenting : bukan rumah sewaan. Di sinilah kami mempersiapkan masa depan yang baru!

Saya sangat mengagumi keterlibatan dan kerja keras para fasilitator dan koordinator lapangan yang ingin memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk sukses kepada anak-anak. Sambil menulis kalimat di atas, saya teringat dengan kalimat Gandhi yang terkenal “Jadilah bagian dari perubahan yang ingin Anda lihat di dunia.” Selamat kepada yayasan ANAK untuk semua yang kalian lakukan untuk anak-anak, juga untuk para orang tua asuh dan donatur karena tanpa kalian, semua ini tidak akan mungkin terjadi. Dan terima kasih sebesar-besarnya kepada Maya dan Dwi untuk dua hari yang penuh momen bertukar dan berbagi … Saya kembali ke Prancis dengan hati penuh dengan momen indah bersama kalian.

Ni Ketut Mulyani – ibu baptis dari Putri Astiti – Juni 2018


Saya menjadi ibu asuh Putri Astiti sejak Mei 2016 saat dia masih duduk di kelas 4 SD, tapi baru hari itu, Jumat, 15 Juni 2018 saya bertemu dengannya untuk pertama kalinya, setelah ia tamat SMP. Saya datang ke rumah Putri bersama keluarga saya (suami dan anak-anak) dan disambut oleh neneknya, sedangkan Putri sendiri ada di kantor kepala desa untuk mengurus dokumen. Saat Putri tiba, kesan pertama saya tentangnya adalah gadis yang sangat sopan, baik dan cerdas, ia tampak percaya diri, meskipun tidak lagi memiliki orang tua. Ketika kami berdiskusi tentang rencana studinya, ia mengatakan ingin melanjutkan ke Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) jurusan tata rias. Sekilas saya sempat melihat ke dalam kamarnya, ternyata mereka tidur tanpa kasur, hanya beralaskan tikar. Saya merasa iba dan menitikkan air mata. Bagi saya, ia adalah gadis 15 tahun yang sangat kuat. Sejak kecil, sepulang sekolah ia berkeliling berjualan kue dari rumah ke rumah untuk membantu orang tuanya.

Wisuda I Kadek Suliantara – Oktober 2017

        

Begitu berliku jalan yang telah dilalui sejak pertemuan pertama kita dan perasaan malu yang tergambar di wajahnya, tapi hari ini kami sangat bangga atas kerja kerasmu selama bertahun-tahun.

Kami sedih tidak dapat hadir di acara wisudamu bersama orang tuamu tetapi kami sungguh bangga dan menyayangimu.

Di awal kami menjadi orang tua asuh, tidak pernah terbayang bahwa akan tercipta ikatan batin yang kuat antara kami dengan anak asuh dan ternyata hasilnya jauh di atas harapan kami.

Kami mengikuti perkembanganmu dari tahun ke tahun dan semua orang, baik kami atau teman-teman kami yang mengenalmu, mengagumi perkembangan, keramahan, kebaikan hati serta sikapmu yang mau berkorban demi orang lain.

Kami percaya bahwa yayasan Anak, Séverine dan saya hanya sedikit memiliki andil dalam keberhasilan ini.

Keberhasilan ini bukan suatu kebetulan, semua berkat kerja kerasmu sendiri. Keberhasilan dalam studimu adalah langkah awal dan sekarang hidupmu sebagai seorang lelaki dewasa telah dimulai dan kami akan terus mendukungmu dan membantumu jika dibutuhkan.

Kami juga berharap kamu dapat terus menjadi contoh bagi anak yayasan Anak lainnya untuk menunjukkan kepada mereka bahwa segalanya mungkin terjadi, bahwa semua orang dapat berhasil sepertimu dan ingatlah bahwa dengan bantuan yayasanlah kamu bisa menjadi dirimu yang sekarang.

Widusa Made Sri Lestari – Maret 2017


Tahun ini 3 siswa yang dibantu oleh yayasan Anak telah berhasil menyelesaikan studinya. Selamat kepada Suliantara, Juniari dan Made Sri Lestari, kami mendoakan yang terbaik untuk karir mereka. Kami juga tetap berhubungan dengan mereka melalui forum Alumni Anak.

Made Sri Lestari beruntung dapat berbagi momen wisuda dengan ibu asuhnya, Patricia, dan inilah testimoninya:

“Semuanya berawal dari kecintaan pada Pulau Bali di tahun 1975! Rasa takjub dan lahirlah  kisah cinta yang panjang … sampai pada tahun 2005 ketika saya bertemu Christine Grosso di dalam pesawat. Kami menghabiskan waktu cukup lama membicarakan dan menggali lebih dalam tentang ANAK, diikuti dengan kunjungan ke Lila Cita, Amed yang membuat saya bergabung menjadi orang tua asuh. Made Sri Lestari memasuki kehidupan saya pada tahun 2006. Saya masih ingat pertemuan pertama kami dan pesta yang diselenggarakan oleh orang tuanya di desa Lean. Kami mendengar musik Gamelan dari ujung jalan menuju rumah mereka! Para orang tua dan teman-teman diundang ke upacara tersebut dan kami adalah tamu kehormatan mereka. Malu, hormat, bangga, sukacita, semua perasaan bercampur dalam suasana pesta, musik, dan tarian pada hari itu.

Saya beruntung bisa datang ke Bali setiap tahun sehingga dapat menjalin hubungan yang lebih dekat dengan Made Sri dan keluarganya, serta memberikan dukungan moral demi kelanjutan studinya.

Hal ini terus berlanjut hingga Maret 2017 menjadi puncak dari kerjasama kami (sebagai anak asuh-orang tua asuh) ditandai dengan upacara wisuda yang diikuti oleh 500 siswa di Singaraja, sebuah acara yang tidak mungkin saya lewatkan.

Sekali lagi ibu dari anak asuh saya memberi sebuah kehormatan dengan meminjamkan baju ikat yang mirip pakaian keluarga sebagai tanda bahwa saya telah “diadopsi” dan menjadi bagian dari keluarga. Hal ini membuat saya tersentuh jauh di dalam lubuk hati saya. Momen istimewa yang tidak akan pernah kami lupakan … Dari gadis kecil pemalu berubah menjadi gadis penuh percaya diri, teladan bagi adik asuh lainnya. Suatu perjalanan panjang nan indah!

Saya harap semua orang tua asuh mengalami kisah menakjubkan seperti saya! “

Borbala Halpern mengunjungi Galungan – 2016


“Sudah selama 3 tahun saya datang secara teratur ke Bali, dan sejak beberapa bulan saja menjadi orangtua asuh melalui Yayasan Anak tetapi benar-benar untuk yang pertama kalinya saya berkesempatan menemui Arif, anak asuh saya. Kami menempuh perjalanan selama 8 jam bersama Nelly Papunetti (Ketua Yayasan di Perancis) dan Djahil (relawan yang mengurusi proyek-proyek di lapangan) menuju Galungan dimana kami bertemu kordinator lapangan kemudian bertemu anak asuh saya, yang datang langsung dari sekolahnya. Sedikit malu-malu, ia tampak sangat senang mendapatkan sepeda yang saya belikan saat kunjungan yang pertama kali ini. Perbincangan yang sangat hangat, istirahat sebentar, kami berangkat lagi dengan kendaraan menuju rumahnya Arif. Oleh karena mereka tinggal di tengah sawah, kami harus berjalan kaki di alam dengan pemandangan yang indah sekali. Keluarganya menyambut kami dengan kesederhanaan, dengan senyum di bibir, beberapa buah kelapa dan terutama waktu yang berharga saat kami saling berbagi. Itu adalah hari yang tidak terlupakan. Saya berterimakasih sekali lagi terhadap Yayasan Anak untuk waktu yang indah itu yang selalu tersimpan di hati saya.”

Testimoni dari Valerie dan Christian CARRE – 2016


Pada perjalanan pertama kami ke Bali di tahun 2014 kami jatuh cinta dengan pesona pulau ini dan kebaikan penduduknya.
Kami ingin bisa membawa sesuatu yang konstruktif dan berguna. Kami menemukan Yayasan Anak dan memutuskan untuk mensponsori seorang remaja laki-laki untuk kelangsungan pendidikannya.
Pada perjalanan kedua kami ke Bali di tahun 2016 memungkinkan kami untuk berjumpa dengan anak asuh kami, keluarganya, begitu juga dengan Tim Yayasan Anak di tempat. Sebuah pertemuan yang kami tunggu dengan tidak sabar.
Ini adalah saat yang istimewa untuk berkenalan dengan Anta, anak asuh kami, kedua adik laki-lakinya dan ibu mereka, dalam kehidupan mereka yang nyata.
Sulit untuk berkomunikasi ketika kita tidak menguasai bahasa lokal. Untungnya, ada kehadiran koordinator lapangan Yayasan Anak di pihak kita untuk memfasilitasi diskusi kami. Senyum dan gerak tubuh yang lembut adalah bahasa universal, bagian dari komunikasi itu sendiri.
Kami berbagi sehari penuh dengan Anta. Kami membawa dia dan dua adik laki-lakinya pergi berekreasi ke Water Park. Tawa dan sukacita mereka di dalam air adalah hadiah yang besar bagi kami. Kami makan siang bersama-sama, melakukan belanja beberapa kebutuhan bahan makanan untuk keluarga mereka dan kemudian kami membawa mereka kembali. Setelah menunjukkan ke ibu mereka beberapa foto yang diambil pada waktu di Water Park, kami mengucapkan selamat tinggal. Senyum Anta di wajahnya membuat hati kami bahagia. Kami pasti akan datang lagi melihat Anta dan keluarganya. Kami akan terus melanjutkan membiayai pendidikannya.
Tim dari Yayasan Anak melakukan pekerjaan luar biasa untuk semua anak-anak asuh ini. Sadar akan kualitas, komitmen dan dedikasi dari tim Yayasan Anak, keluarga kami memutuskan untuk mensponsori satu anak lain lagi.
Tentu, antara orang tua asuh dan anak asuhnya terdapat dua budaya yang berbeda, dua gaya hidup yang berbeda, dua cara melihat kehidupan yang berdampingan, tetapi dalam hati hanya ada satu pesan untuk semua, kebersamaan, kebaikan, saling membantu.
Tentu, ini adalah kesempatan besar bagi seorang anak untuk memiliki orang tua asuh yang membantu dia dalam membiayai kelangsungan pendidikannya untuk masa depannya, tetapi itu juga sebuah hadiah yang bagus yang kita buat untuk diri kita sendiri dalam hubungan persaudaraan yang menumbuh-kembangkan kita bersama.
Untuk bisa mengerti bagaimana indahnya saat bertemu, berbagi dan belajar kehidupan kita harus mengalaminya langsung, karena setiap orang punya cara untuk memberi, menerima dan merasaka kehidupan.
Terima kasih untuk semua momen berbagi ini.”

Françoise – Ibu Asuh Dari Wayan Witama Umur 14 Tahun – Tahun 2014


“Saya mengetahui Yayasan Anak Bantuan Anak Indonesia melalui La Gazette de Bali 3 tahun yang lalu. Saya memulai dengan menjadi relawan, kemudian saya menemui Christine Grosso di Bali,sebelum mengangkat anak asuh. Anak asuh kami I WayanWitama pada saat itu berumur 12 tahun, dia tinggal bersama orang tuanya dekat dengan pusat kegiatan Yayasan Anak di Desa Bunutan Kecamatan Abang Kabupaten Karang Asem,sebuah tempat yang saya ketahui dan  sangat saya sukai semenjak 25 tahun lalu. Kami Pergi bersama Dwi dan kordinator lapangan Yayasan Anak untuk makan siang bersama keluarga I Wayan Witama. Orang tuanya, kakeknya dan keluarga pamannya menerima kami dengan sambutan yang sangat hangat dan ramah, saya sangat tersentuh dengan pertemuan ini. Benar-benar mengejutkan mengetahui bahwa keluarga ini tidak punya apa-apa, benar-benar tidak mampu… tidak ada air bersih ,tidak ada fasilitas untuk bisa hidup layak, tetapi mereka tetap tersenyum dan bersemangat. Saya sungguh-sungguh mengharapkan I Wayan bisa menyelesaikan sekolahnya dan setelah itu bisa membantu keluarganya dikemudian hari. Terima kasih Yayasan Anak untuk anak-anak miskin di Bali dan untuk kami sehingga kami bisa berpartisipasi dalam kegiatan ini.”

Mathilde – 2014


“Dengan penuh perasaan dan beberapa kenangan memenuhi kepala menyertai kepulangan saya dari kunjungan saya selama lima bulan di Bali.Saya seorang wanita muda berumur 26 tahun, saya ingin liburan,menantang diri sendiri dan melihat dari dalam bagaimana bekerjanya sebuah yayasan. Inilah alasannya kenapa saya memutuskan untuk pergi ke Bali selama 5 bulan sendiri dan menghubungi Yayasan Anak Bantuan Anak Indonesia. Saya sudah diterima dengan baik oleh Itra dan Pierre begitu juga tim Yayasan Anak di Bali : Mantra, Dwi dan Sus.

Oleh karena itu .Saya mengikuti tim Yayasan Anak pada setiap distribusi bulanan dan akhir tahun ajaran pada bulan Juli.Saya tidak bisa mengungkapkan kebahagiaan yang menyertai baik kecil maupun besar selama beberapa bulan ini.Kami berbaur dengan cepat.Anak-anak ini adalah hadiah dari langit.Mereka memberikan anda sebuah pelajaran hidup yang bagus dan menunjukkan kepada anda bahwa hanya dengan sedikit  kita bisa melakukan banyak hal dan terutama yang penting adalah dengan kemauan dan keuletan. Mereka masih tetap menjadi penyemangat saya sekarang, saya selalu berfikir tentang mereka begitu saya mau menyerah pada setiap masalah, saya hanya ingat bahwa saya tidak bisa mengecewakan mereka……

Mereka selalu tersenyum, selalu termotivasi dan setelah melewati rasa malu mereka bahkan lupa bahwa Anda tidak berbicara bahasa mereka. Setiap bulan, saya melihat mereka tumbuh sedikit lebih besar, karena mereka selalu ingin berbagi dengan saya rahasia kecil mereka (terutama anak-anak SMA yang perempuan), anak-anak yang paling kecil dengan cara mereka menarik tangan saya untuk duduk di sisi mereka dan mengambil foto dengan mereka! Kamera sepertinya tak terbayangkan untuk mereka dan mereka tidak berhenti untuk mengambil foto,itu merupakan kepuasan bagi saya!

Anak-anak yang tidak bisa dating pada distribusi  karena mereka pergi ke sekolah maka mereka diwakili oleh ibu mereka yang datang untuk menghadiri pertemuan ini. Ketika mereka harus menandatangani register untuk menerima uang saku anak-anak mereka, aku menyadari bahwa kebanyakan dari mereka tidak bisa membaca atau menulis. Pada saat inilah kita bias melihat kebanggaan di mata mereka,mereka dapat menyekolahkan anak mereka dan pengakuan mereka terhadap Yayasan Anak untuk membantu mereka dalam hal ini;

Dengan sangat sedih saya meninggalkan mereka dengan berjanji  bahwa saya akan kembali menemui mereka dan tidak akan pernah melupakan mereka.Mereka menunggu saya untuk menemui mereka.”

Philippe, Charlotte, Camille dan Sasha – Orang tua asuh Amélia, 10 tahun – 2014


“Perkenalan kami dengan yayasan Anak berawal dari pencarian di internet (hidup teknologi !) pada musim dingin tahun 2013 yang lalu. Kami ingin mengisi liburan kami di Bali dengan memperkenalkan budaya dan membangkitkan rasa solidaritas dalam diri kedua putri kami yang saat itu berusia 7 dan 3 tahun.

Kami menghubungi yayasan Anak Bali untuk mengutarakan keinginan kami menjadi orang tua asuh dan, jika mungkin, bertemu dengan anak asuh dan keluarganya saat liburan ke Bali musim panas 2014.

Putri tertua kami memutuskan untuk mengumpulkan mainan dari teman-teman sekolahnya untuk diberikan ke anak-anak asuh yang akan kami temui saat distribusi ANAK. Kami berangkat ke Bali awal Agustus dengan membawa 40kg mainan dan beberapa barang pribadi.

Tiba di Bali, tim Anak dengan tanggap menghubungi kami untuk menjelaskan detail perencanaan kegiatan distribusi. Selama 4 hari kami mengikuti kegiatan distribusi, perjalanan melewati sawah, hutan dan desa-desa terpencil untuk (berharap) bertemu anak-anak asuh.

Pertemuan ini di luar ekspektasi kami karena yayasan menyambut kami dengan sangat baik, ramah dan murah hati. Kami bahkan bisa menikmati kegiatan ini sepenuhnya tanpa perlu merasa khawatir dengan logistik. Kami datang dari satu desa ke desa lain, menikmati kebersamaan dengan anak-anak yang selalu tersenyum, ceria dan ingin tahu. Mereka sangat menyukai mainan yang kami bawa (terutama anak laki-laki, mereka suka mainan mobil!). Dengan penuh bangga kami melihat kedua putri kami membagikan mainan yang dibawa dari Perancis tanpa rasa cemburu atau iri hati.

Hari keempat (hari yang dinanti-nanti!) kami berkesempatan bertemu dengan anak asuh kami, Putu Amelia PUTRI. Akhirnya kami bisa melihat secara langsung gadis kecil itu! Kedua putri kami segera merasa akrab dengannya, meskipun bahasa menjadi kendala komunikasi. Beruntung koordinator desa mahir berbahasa Perancis. Berkat dia, kami bisa berkomunikasi dengan Amelia. Kami juga mendapat kesempatan mengunjungi rumah anak asuh dan disambut oleh orang tuanya. Kedua putri kami bisa melihat kondisi kehidupan sehari-hari Amel dan keluarganya yang jauh berbeda dengan kehidupan kami. Amelia menyanyikan sebuah lagu tradisional Bali karena ia baru saja memenangkan juara 3 lomba menyanyi. Momen perkenalan ini begitu sederhana, namun penuh emosi, penantian, penghargaan yang akan selalu kami kenang dalam hati. Hal ini sekaligus memberi makna mendalam bagi kami untuk setiap donasi yang kami berikan ke yayasan Anak.

Terima kasih kepada team ANAK atas kerja keras dan manajemen keuangan yang baik yang membuat kami sebagai orang tua asuh percaya dengan yayasan ini. Bravo!”

Jean-Luc – 2016

“Pelancong yang ingin mengembalikan sedikit apa yang telah dia terima, Jean Luc Benazra menceritakan kepada kami pertemuannya dengan Yayasan Anak saat distribusi bulan Mei 2016.
Pertama-tama saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua tim lokal yayasan, unntuk sambutannya yang sangat hangat dan waktu yang mereka sediakan untuk kami. 3 hari bersama mereka adalah saat berbagi yang menyenangkan . Yang terakhir ini tidak mudah untuk digambarkan: pemandangan di Bali memberikan kesenangan tersendiri, bertemu dengan banyak orang yang baik misalnya anggota tim yayasan, juga para orang tua asuh dan terutama anak-anak yang melipatgandakan kebahagiaan kami. Namun, berbicara kesenangan tampak tidak pantas dengan kondisi yang begitu sulit bagi banyak anak dan keluarga mereka. Tetapi senyum, canda tawa dan kebaikan mereka benar-benar adalah sebuah pelajaran kehidupan. Walaupun kita ingin membantu mereka, kita sadar bahwa tidak mungkin membantu sebanyak yang kita mau. Penjelasan yang diberikan oleh para koordinator lokal membuat kita mengerti seberapa banyak kita harus memberi, bukannya seberapa banyak kita ingin memberi. Dari para kordinator lokal inilah kita merasakan bahwa yayasan ini adalah yayasan yang baik yang bekerja dengan hati.”

Testimoni dari Francois dan Corine de Corlieu – 2016

[su_row class=”bandeau_une_photo”][su_column size=”1″][/su_column]
[/su_row]

“Berpartisipasi dalam satu putaran distribusi bulanan Yayasan Anak, berdampingan dengan tim Yayasan Anak selama 3 hari, mengunjungi senter Yayasan Anak di Ubud, Amed, Pakisan dan Singaraja, begitu juga semua anak-anak dan remaja, bagi kami itu adalah merupakan suatu pengalaman yang sangat menyenangkan dan menyentuh hati.
Di Amed ,kami ikut berpartisipasi untuk yang pertama kali dalam distribusi bulanan. Kebaikan anak-anak asuh, sikap kepatuhan dan penghormatan yang ditunjukkan kepada tim Yayasan Anak betul-betul membuat kami terkejut dan terkesan.
Di dalam sebuah permainan, di dalam lingkaran anak-anak mengulurkan tangan kepada kami mengajak kami menari bersama………. Betapa menyenangkan !
Di Desa Pakisan, kami diperkenalkan dengan Luh Sri, anak asuh kami : yang berkepribadian lembut dan menawan yang dipengaruhi oleh semua kualitas budaya Bali. Kami terpesona, bersemangat untuk bisa membantu membiayai kelangsungan pendidikannya. Dengan ibu dan neneknya kami makan kelapa muda bersama. Kesederhanaan dan sifat alami mereka memberi kami perasaan segera menjadi bagian dari keluarga mereka.
Sri kemudian mengajak kami untuk mengunjungi Desa Pakisan dan sekitarnya. Sebuah jalan-jalan yang indah yang memungkinkan kami untuk lebih mengenal Sri, gadis muda yang bertekad dan termotivasi untuk melanjutkan pendidikannya.
Kami juga diundang untuk menghadiri pertunjukan wayang kulit yang diadakan untuk menghibur pada acara kematian dirumah tetangganya. Sri memungkinkan kami untuk memahami maknanya, berkat terjemahannya dalam bahasa inggris.
Kami berangkat di hari berikutnya, terharu, setelah tiga hari ini yang memungkinkan kami untuk menghargai komitmen dan dedikasi dari tim Yayasan Anak untuk semua anak-anak asuhnya.”

Saskia –  Ibu Asuh Dari Gede, Umur 10 Tahun – 2016


“Kami bertemu dengan Gede dan ayahnya selama perjalanan kami di pulau para dewa yang kita sangat sukai. Gede tinggal di sebuah desa kecil di Bali utara,di daerah yang sedikit dikunjungi oleh wisatawan.

Kami disambut oleh Kadek Buda, koordinator lapangan di situ. Kami pergi ke rumah Gede di mana kita menghabiskan waktu untuk duduk di teras rumahnya yang sederhana, ayahnya menawari kami minuman dan kue. Kami memberi mereka beberapa oleh-oleh untuk mengucapkan terima kasih atas keramahan mereka dan kemudian kami semua pergi bersama-sama ke kota terdekat yaitu  Singaraja untuk membelikan Gede hadiah. Kami ingin menawarkan dia sepeda sehingga ia bisa menikmati permainan anak-anak tapi kami ingin dia memilih sepedanya sendiri. Setelah harganya cocok, Gede memilih  sebuah sepeda berwarna kuning yang tampaknya dia sukai.Kami semua kembali ke desa untuk mencoba sepedanya. Sebelumnya kami tidak mengetahui bagaimana pertemuan ini akan berlangsung dan kami tidak ingin mengganggu terlalu lama,kami tidak merencanakan untuk tinggal lama di rumahnya Gede, akhirnya kami pergi dengan cepat yang mana sangat kami sesali setelah kepulangan kami sekarang. Pada liburan kami berikutnya ke Bali, kami akan tinggal lebih lama lagi untuk menikmati pertemuan ini, yang tak ternilai harganya.”


Sandrine, Romane dan Luna, ibu asuh Wayan,14 tahun – 2017


“Kami mengenal yayasan Anak dan bertemu dengan Christine Grosso saat berlibur ke Bali pada bulan Februari 2015. Kami ingin segera berpartisipasi membantu anak asuh agar dapat melanjutkan sekolahnya. Akhirnya kami memutuskan menjadi orang tua asuh Wayan, pemuda berusia 12 tahun. Dia tinggal di dekat Ubud, di sebuah desa kecil yang sangat miskin, dengan orang tua, adik laki-laki dan kakeknya. Bersama kedua putri kami, Romane (18 tahun) dan Luna (7 tahun), kami merasa senang bisa bertemu anak asuh kami di bulan Februari 2017 saat liburan ke Bali untuk kedua kalinya.

Betapa bahagia kami bertemu Wayan dan melihat perbedaan besar yang ada diantara kami. Awalnya malu melihat kami, kemudian dengan antusias Wayan mengeluarkan foto keluarga yang pernah kami kirimkan lewat pos. Kami berbagi cerita sambil melihat foto-foto yang disimpannya dengan hati-hati. Romane dan Luna sangat terkesan dan tersentuh dengan pertemuan ini. Koordinator Anak menjadi penerjemah yang memungkinkan kami untuk berkomunikasi dengan Wayan dan keluarganya. Suatu saat nanti kami berencana mengajak Wayan ke Monkey Forest di Ubud karena dia belum pernah ke sana. Wayan bercita-cita menjadi seorang koki dan dia belajar rajin di sekolah untuk mewujudkan cita-citanya. Kegiatan distribusi, bertemu dengan keluarga anak asuh, memberi makna tersendiri bagi kegiatan yayasan Anak dan komitmen kami. Romane juga memutuskan untuk menjadi orang tua asuh pada bulan Juli 2017. Selamat dan terima kasih kepada tim Anak atas kerja keras yang luar biasa dan kemampuan dalam mengorganisasi aksi solidaritas yang sangat berarti bagi anak asuh.”